Adi Putra - Sekolah Bank Sampah

Siapa sangka pria yang dulunya bekerja sebagai loper koran selama 5 tahun kini namanya dikenal sebagai salah satu penggiat pendidikan di Jambi dengan rintisan karyanya bernama Sekolah Bank Sampah (SBS). Sekolah yang hadir dengan konsep baru dimana anak-anak dapat membayar biaya sekolah dengan sampah kering yang dapat didaur ulang. Bahkan Kedutaan Besar Amerika kepincut dengan idenya dan tertarik untuk membawanya pergi ke Amerika selama 25 hari bulan April yang lalu untuk pertukaran ide mengenai Kota Layak Huni dan Kota Berkesinambungan. Bagaimana kisah perjalanannya dalam mendirikan Sekolah Bank Sampah?

Simak obrolan seru tim Djendelo dengan Bang Adi yang bulan Juli lalu sempat kami temui di kediamannya. So, here we go!
Bang Adi, Owner Sekolah Bank Sampah

Djendelo: Nah, sebelum kita ngobrol lebih jauh nih Bang. Boleh dong, Abang perkenalan dulu?
Bang Adi: Oke. Nama saya Adi Putra, biasanya sehari-hari dipanggil Adi Met. Saya asli Jambi, lahir di Kota Jambi, kelahiran 28 Juni 1979. Sebenarnya sudah eksis dari lama karena dulu terjun di dunia aktivis. Saya sudah berkeluarga, istri namanya Astuti. Anak saya dua, yang pertama namanya Muhammad Kaisar Putra Pratama dan yang kedua namanya Hafizah Bilqis Ramadani. Dulu saya pernah jadi loper koran selama 5 tahun dan setelah itu saya mulai berpikir untuk bagaimana caranya agar bisa dikenang oleh orang lain, bukan terkenal. Kalau terkenal gampang lho, tinggal panjat tower dan bunuh diri. Masuk koran. Hehehe. Dulu, langganan koran sebulannya dari 50 ribu bisa saya tekan menjadi 30 ribu dan koran-koran bekas yang sudah tidak dibaca oleh mereka, saya ambil kembali. Saya lulusan dari FKIP UNJA.

Djendelo: Oke Bang, Sekolah Bank Sampah itu apaan sih? Unik nih karena nama sekolahnya ada kata sampahnya.
Bang Adi: Sekolah Bank Sampah (SBS) berdiri tahun 2014 atas dasar keprihatinan terhadap dunia pendidikan. Banyak yang bilang gratis tapi nyatanya masih banyak embel-embel untuk membayar dengan biaya yang mahal. Biaya sekolahnya sih bayar kayak biasanya dengan SPP per bulannya 40 ribu tapi anak-anak bisa membayar dengan sampah. Intinya adalah Sekolah Bank Sampah ini adalah sekolah yang bayarnya pakai sampah. Nah, kalau anak-anaknya punya banyak sampah kering di rumah dan masih bisa didaur ulang di rumah bisa di bawa kesini untuk digunakan sebagai alat pembayaran.

Kalau misalkan berat sampahnya pas ditimbang mencukupi 40 ribu berarti terpenuhi. Kalau misalkan kurang bisa dibayar setengah pakai sampah setengah pakai uang. Jika tidak mampu membayar, digratiskan karena kita ada program pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Terlebih karena kita juga ada donatur sampah juga dari PLN, Pondok Sepur, Juragan Sate, Ayam Penyet Jakarta, Gramedia. Kendala sekarang sih adalah gudang penyimpanan sampah tersebut yang masih terbatas dan sekolahnya yang masih kecil.

Djendelo: Program yang ada di Sekolah Bank Sampah sendiri?
Bang Adi: Sekolah Bank Sampah disini sendiri masih terbatas untuk PAUD (PAUD Al-Kautsar). Mengapa dari PAUD? Karena bagi saya, untuk mengubah mindset seseorang “membuang sampah pada tempatnya”, “sampah daur ulang bisa dijadikan kerajinan” itu butuh waktu sekitar 25 tahun. Itu yang ingin kita biasakan kepada anak-anak.

Selain Sekolah Bank Sampah, kita ada juga Perpustakaan Bank Sampah yang didirikan tahun 2015 lalu. Idenya muncul dari banyaknya donasi buku-buku bekas di Sekolah Bank Sampah, daripada dijual lebih baik kita dibuatkan perpustakaan. Lokasinya ada di Telanai RT 03 Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Danau Sipin. Isi dari perpustakaannya sendiri adalah buku-buku bekas, hasil kerajinan dari sampah. Untuk bukunya bisa diperjual belikan, dipinjam atau dibarter dengan sampah lainnya. Buku yang dijual sebagai pendapatan untuk membayar gaji karyawan atau volunteer yang ada disini. Namun, untuk buku bantuan dari pemerintah tidak kita jual karena menjadi aset dari Sekolah Bank Sampah.

Djendelo: Jumlah volunteer yang aktif sekarang?
Bang Adi: Ada lima orang dari SMA, mahasiswa dan guru. Konsepnya adalah kita mencari pendidik, siapa pun itu yang bisa mendidik dan memiliki jiwa pendidik. Buat teman-teman yang memiliki minat sebagai pendidik dan kemampuan mendidik serta ingin ikut dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bisa ikut mengajar disini. Bahkan teman-teman mahasiswa kalau ingin ikutan magang disini sangat kita perbolehkan.

Djendelo: Kalau hitungan harga masing-masing sampahnya berapaan memangnya Bang?
Bang Adi: Kalau untuk kertas sekitar 1200 rupiah per kg. Kalau untuk besi, sekitar 3000 rupiah per kg. Kalau alumunium itu 10rb per kg. Kita belum bisa menggarap sampah basah karena keterbatasan tempat, sementara ini masih sampah kering yang baru bisa diolah.
Logo Sekolah Bank Sampah

Djendelo: Sekolah Bank Sampah sendiri aktifnya tiap hari atau bagaimana?
Bang Adi: Aktifnya dari senin sampai jumat. Untuk sabtu dan minggu libur cuma kalau teman-teman atau anak-anak mau main kesini, boleh sekali. Hehe.

Djendelo: Selain tadi ada perpustakaan, di Jambi sendiri ada berapa Sekolah Bank Sampah?
Bang Adi: Lanjut, muncul ide baru bernama LKK (Latihan Keterampilan Keliling). Misinya adalah mengajari ibu-ibu untuk membuat kerajinan dari sampah (paralon bekas, buku, kain). Kita juga berkolaborasi dengan Iko Batik Jambi Handicraft untuk bikin tas, boneka. Hasilnya bisa dimasukkan ke Perpustakaan Bank Sampah. Tahun Ini juga akan mendirikan Sekolah Bank Sampah Perempuan, sebenarnya sudah ada dan bekerja sama dengan STISIT Nurdin Hamzah di daerah Penyengat Olak. Kalau untuk Sekolah Bank Sampah yang saya rintis sebenarnya ada banyak sih, diantaranya Sekolah Bank Sampah Al-Kautsar, Sekolah Dayung Bank Sampah, Sekolah Bank Sampah Perempuan, dan Sekolah Pasar Wisata Lumut Berseri.

Djendelo: Kesibukan Bang Adi sendiri selain di Sekolah Bank Sampah?
Bang Adi: Saya adalah seorang penyiar radio di RRI Jambi dan seorang wartawan di FokusJambi.com. Bagi waktunya, untuk siaran malam dari jam 5 sore sampai 12 malam. Paginya full untuk SBS.

Djendelo: Ada rencana yang lebih jauh kedepannya nggak Bang untuk SBS?
Bang Adi: Cita-cita saya sendiri adalah bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya untuk pemuda dan masyarakat Jambi. Saya sangat mengharapkan sekali bantuan dari teman-teman dan dari pemerintah untuk dapat bekerja sama terkait keterbatasan dana yang kami alami dan juga, saya berharap supaya pemerintah bisa membantu meminjamkan gedung untuk menunjukkan eksistensi Sekolah Bank Sampah dengan tempat yang lebih luas ke luar sana. Seandainya Mall, Indomaret, Swalayan yang ada di Jambi semuanya mendonasikan sampahnya ke Sekolah Bank Sampah, saya yakin anak-anak bisa gratis sekolahnya.

Djendelo: Kalau ingin donasi gimana caranya Bang?
Bang Adi: Kalau mau mendonasikan buku atau uang bisa hubungi saya di 081366840744 atau email ke sekolahbanksampah@gmail.com. Alamatnya di Jl. Samsu Bahrun Rt. 51 Kelurahan Payo Lebar Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.

Djendelo: Ada rencana yang lebih jauh kedepannya nggak Bang untuk SBS?
Bang Adi: Suka dukanya adalah lebih banyak dukanya. Hahaha. Dukanya saat merintis belum banyak orang yang tertarik karena mungkin karena ada kata sampah sehingga yang ada di pikiran mereka adalah ketika sekolahnya gratis dan bayarnya pakai sampah berarti kualitas sekolahnya kurang oke. Padahal, kualitasnya sama saja karena kita juga punya pendidik yang berkompeten. Lainnya adalah tanah untuk SBS ini dulunya menggunakan tanah milik keluarga tapi karena bantuan tak kunjung datang akhirnya dijual sebagian dan akhirnya sekolahnya di rumah saya sendiri. Bagi saya, kendala untuk mendirikan suatu usaha di Jambi itu adalah biasanya dari diri sendiri. Harus yakin dan jalan dulu. Bantuan dan lainnya akan datang mengikuti.

Djendelo: Kami penasaran, siapa sih tokoh idola yang menginspirasi Bang Adi?
Bang Adi: Tokoh idola saya Andri Wongso. Tiap diundang acara seminar dan workshop kalau lagi gugup saya biasanya baca kata-kata motivasi dari dia. Hehe.

Djendelo: Ceritain dong Bang kok bisa sampai ke Amerika gitu?
Bang Adi: Dulu awalnya dari acara KOPHI, komunitas yang mengadakan acara tentang sosial media sebagai alat bantu bagi lembaga dan perusahaan dalam memperkenalkan produk mereka. Nah, mereka itu dapat bantuan dari Kedutaan Besar Amerika yang sedang kunjungan ke Provinsi Jambi. Saat saya presentasi, mereka tertarik untuk mendengarkan lebih jauh tentang SBS. Setelah sebulan acara itu, mereka menelpon saya untuk datang ke SBS, namanya Mr. Edward. Lalu, mereka menawarkan “apakah Bapak mau ke amerika tanggal 1 April 2016 selama 25 hari?”. Saya jawab “Mau”. Saya ditemani 2 teman dari Lombok dan Tegal. Yang dari Lombok itu idenya Bank Sampah, yang dari Tegal itu dari pemerintah. Kita presentasi dan tukar ide di antaranya ke Washington DC,  New Orleans, Chicago, Boston, dan Oregon. Disana kami belajar mengenai kota layak huni dan kota berkesinambungan mulai dari pembangunan, drainase, air minum, pembuatan sarana dan prasarana seperti pagar pembatas dimana mereka membuat besinya itu padat, tidak seperti disini yang kopong. Hehe. Saya itu disana jadinya bisu dan tuli karena tidak bisa Bahasa Inggris. Nah, ternyata di Amerika sendiri tidak ada Sekolah Bank Sampah dan mereka sepertinya tertarik untuk mengadopsi ide SBS ini untuk menekan biaya sekolah yang cukup mahal disana.

Djendelo: Eits, sebelum berakhir, kasih pesan dan kesan dong Bang?
Bang Adi: Pesan saya, serius dalam pengabdian ketika bekerja dan siapa saja yang ingin membuka SBS lainnya, saya siap membantu. Saya mengharapkan kepada mahasiswa Jambi yang kuliah di luar sana untuk balik dan bangun Jambi untuk jadi lebih baik. Banyak sekali potensi yang bisa digali disini.

Djendelo: Baik Bang, terima kasih atas waktunya. Sangat menginspirasi sekali. Kita pamit dulu Bang.
Bang Adi: Baik, terima kasih juga buat kalian dan sukses Djendelo-nya.





Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar